Rabu, 29 Desember 2010

Wanita Itu Buka Daster dan Celana Dalamnya Lalu!

Ilustrasi

pasiar2.blogspot.com, BOJONEGORO -- Aksi bugil empat orang wanita berhasil menggagalkan upaya Panitera Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro bersama ratusan petugas kepolisian untuk melakukan eksekusi terhadap lahan seluas 4.020 meter persegi di Desa Kepoh, Kecamatan Kepohbaru, Kabupaten Bojonegoro, Rabu (29/12/2010).
Mereka tidak segan-segan membuka dasternya ke atas dan membiarkan bagian kemaluannya tanpa celana dalam, terlihat jelas. Namun, ada pula yang sampai nekat melepas daster dan celana dalamnya, kemudian mengacungkan celana dalam itu ke atas seraya menghadang proses eksekusi. Melihat itu, sejumlah polisi wanita (polwan) yang ikut dalam aksi pengamanan berusaha menutupi beberapa wanita tersebut dengan selendang. Tapi, para wanita itu menolak. Mereka memilih menghindar dari tutupan selendang batik yang dibawa oleh para polisi sambil terus berteriak meminta supaya eksekusi dibatalkan. Sebagian besar polisi laki-laki terlihat memalingkan wajah mereka melihat pemandangan itu. Sementara sejumlah polwan terus berusaha membujuk empat wanita yang sudah telanjang bulat itu agar menutupi tubuh mereka.“Kami sudah lebih dari 50 tahun tinggal di sini, kenapa tiba-tiba disuruh pindah begitu saja,” kata Sunoto menolak proses eksekusi. Terkait sertifikat tanah milik Djarkasi, menurutnya, tidak sah karena sertifikat tersebut tidak sesuai dengan buku desa. “Pokoknya, kami menolak eksekusi ini,” teriak Sunoto saat didatangi Panitera dan sejumlah petugas keamanan.Sedangkan Hasnowo selaku pengacara dari Djarkasi tetap ngotot bahwa tanah tersebut harus segera dikosongkan. “Sertifikat ini jelas-jelas asli, dan kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap (incracht). Karena itu, kami tetap meminta supaya tanah milik klien kami segera dikosongkan,” katanya.Beberapa saat kemudian, Panitera dari PN Bojonegoro, Pengacara dan Sunoto bersama beberapa keluarganya terlihat melakukan perundingan di depan rumah. Sampai beberapa jam, negosiasi tersebut belum juga membuahkan hasil. Akhirnya, semua pihak sepakat negosiasi dilanjutkan di Kantor Polsek Sukosewu dengan perantara Kepala Desa (Kades) setempat, Khoirul Anam. Sementara sejumlah wanita yang sempat melakukan aksi bugil tersebut telah berhasil dibujuk oleh petugas kepolisian. Mereka telah bersedia mengenakan bajunya kembali sambil menunggu hasil negosiasi itu.Sekitar pukul 14.00 WIB, berhasil ditemukan jalan tengah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Yakni, eksekusi dibatalkan dan Sunoto bersedia mengemasi barang-barangnya dari tanah yang didiaminya tersebut. Dalam perjanjian, paling lambat 5 Maret 2011 Sunoto dan keluarga sudah mengosongkan lahan dengan mengemasi sendiri barang-barang mereka. Oleh pihak desa, keluarga petani ini diperbolehkan menempati salah satu lahan milik desa untuk digunakan mendirikan bangunan.“Eksekusi dibatalkan. Dan kedua belah pihak telah membuat kesepakatan bahwa pengguna lahan akan mengosongkan sendiri lahan tersebut,” terang Eko Julis.Peristiwa menghebohkan ini berawal dari kasus sengketa lahan seluas 4.020 meter persegi tersebut yang sudah terjadi sejak tahun 2006 silam. Kala itu, Djarkasi yang memegang sertifikat atas lahan tersebut berusaha mendapatkan haknya dengan melayangkan gugatan. Akhirnya, dalam sidang di PN Bojonegoro Djarkasi berhasil menang dan tanah tersebut dinyatakan sebagai haknya. Tak cukup sampai di sini, pihak Sunoto pun melakukan banding atas kasus tersebut ke Pengadilan Tinggi. Namun, lagi-lagi Djarkasi dimenangkan oleh hakim.Dalam upaya terakhirnya, Sunoto melayangkan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) guna tetap mempertahankan lahan yang selama berpuluh tahun telah ditempatinya bersama keluarga besarnya. Tapi, upaya itu kandas. Keputusan MA menguatkan putusan-putusan sebelumnya, yakni memenangkan Djarkasi. Salinan putusan Kasasi tersebut diterima oleh PN Bojonegoro pada Januari 2010 lalu. “Kasus ini sudah incracht, dan berdasar salinan putusan Kasasi tersebut, kita melakukan eksekusi ini,” kata Eko Julis.Kendati demikian, Sunoto dan keluarga tetap ngotot bahwa lahan tersebut sebenarnya adalah hak mereka. “Tanah ini adalah milik Tasmiyah, budhe dari ayah saya yang dulu juga tinggal serumah dengan ayah saya. Terhitung sudah lebih dari 50 tahun kami tinggal di sini,” terang Nur Aini, anak pertama Sunoto di sela proses eksekusi kemarin.Menurutnya, yang tinggal di tiga rumah tersebut antara lain, Sonoto, Muktiasih, Heni, Agus S, Dina, Agus H, Sinarsih dan dirinya sendiri. “Sedangkan Djarkasi itu hanya anak angkat dari Tasimyah. Mestinya kan yang lebih berhak atas tanah ini adalah ayah saya, yang keponakannya langsung,” sambungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar